Senin, 11 Maret 2013

MAKNA SURAT AL FAATIHAH



AL  FAATIHAH

1.  Bismillaâhirrahmaânirrahiîm. 

“Dengan menyebut nama Alloh Yang Maha Pemurah lagi 
Maha Penyayang”

      Bissmillah esensinya melegalisir semua amalan. Ayat pertama ini menegaskan pentingnya penyebutan atau tepatnya pengakuan manusia atas kekuasaan Alloh SWT, atas ke-Esaan-Nya dan atas segala ke-Besarann-Nya. Manusia diajarkan dan "diharuskan" mengakui ke-Maha Pemurah-an Alloh dan ke-Maha Penyayang-an-Nya. Di sini, pengakuan-pengakuan itu merupakan harga mati atas setiap manusia. Jadi, ayat ini bukan sekedar mengajarkan ‘penyebutan’ Alloh SWT, melainkan deklarasi atas kebesaran-Nya, yang pada ayat itu direpresentasikan melalui lafadz  Ar-Rahmân dan Ar-Rahîm. 
     Dalam pelaksanaan sehari-hari pengakuan manusia kepada Alloh SWT yaitu dengan selalu "BERZIKIR"  (selalu menyebut nama Alloh), sebanyak mungkin menyebut nama Alloh, dan meminimalisir sebutan-2 selain Alloh.  Yang paling utama dengan menyebut "Subhanalloh walhamdulillah walloohu Akbar".  Bissmillah adalah makanan Malaikat Jabaniyah (malaikat penjaga neraka jahanam yg berjumlah 19).  Setiap huruf dalam ejaan Bissmillah akan menjadi tameng agar manusia tidak masuk neraka jahanam.

2.  Alhamdulillaâhi Rabbil ‘Âalamîn

“Segala puji bagi Robb, [yaitu] Robb bagi semesta alam”



     Setelah manusia mengakui segala kebesaran Alloh SWT, maka pada ayat kedua ini   Alloh melalui surat al-Fatihah menasehatkan manusia supaya melakukan pendekatan pribadi kepada-Nya, yaitu dengan cara "MEMUJI-NYA". Ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan manusia setelah ia menegaskan pengakuan tadi. Sebenarnya, kebesaran  Alloh  tidaklah berkurang tanpa pujian manusia dan segenap makhluk, dan kebesaran-Nya pun tidak pula bertambah dengan adanya pujian-pujian itu. Dengan demikian, ayat ini sebenarnya lebih menekankan kepada pengajaran [at-Ta’lîm] dan pendidikan [at-Tarbiyah] kepada manusia bagaimana dia berkomunikasi dengan Alloh yang telah dikenalnya tadi. 

      Pujian kepada Alloh SWT  bukanlah tanpa sebab, yaitu pujian atas seluruh kenikmatan yang telah diterima manusia. Kenikmatan terbesar dari Alloh kepada manusia, yaitu kenikmatan berupa pengetahuan manusia atas Robb-nya. Bukan kenikmatan dalam arti sempit seperti limpahan rezeki materi dan semacamnya. Pada saat seorang hamba membaca ayat ini, sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW, maka Alloh SWT mengikutinya dengan ucapan hamida-nî ‘abdî, hamba-Ku telah memuji-Ku. Masih menurut Nabi Muhammad SAW, pada saat hamba mengucapkan ayat ini, maka itu berarti hamba tersebut bersyukur kepada Alloh, sehingga Alloh-pun akan menambahi rizkinya. 



3.      Arrahmaânirrahiîm

“[Robb] Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. 

       Pengulangan pujian ini untuk sebuah penegasan. Ar-Rahmân bermakna Robb yang Maha Pemurah, atau Pengasih. Dia mengasihi seluruh makhluk yang ada di dunia, baik yang beriman atau yang tidak beriman. Sedangkan ar-Rahîm bermakna mengasihi seluruh orang-orang yang beriman kelak di akhirat. Pada saat seorang hamba membaca ayat ini, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw, maka Allah Swt mengikutinya dengan ucapan atsnâ ‘alayya ‘abdî, hamba-Ku telah memuji-Ku. 


4.   Maâliki Yawmiddiîn

“[Robb] Yang menguasai hari kiamat”. 


     Pengakuan sekaligus juga pujian, bahwa hanya Alloh-lah yang berkuasa pada hari kiamat. Ini merupakan pujian ketiga berturut-turut, dan begitulah pendidikan dari Alloh kepada manusia.  Pada saat seorang hamba membaca ayat ini, sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW, maka Allah SWT mengikutinya dengan ucapan majida-nî ‘abdî, hamba-Ku telah memuji-Ku. 


5. Iyyâka Na’budu...

"Hanya Engkaulah yang kami sembah...."


     Setelah Alloh  mengajarkan manusia untuk melakukan pendekatan dengan memuji-Nya, maka pada ayat kelima ini Alloh memberikan pendidikan baru : yaitu, setelah manusia melakukan puja dan puji kepada Alloh, manusia meneguhkan diri dengan melakukan deklarasi untuk secara konsisten menyembah kepada-Nya.  Alloh menggunakan kalimat Iyyâka Na’budu, yang berarti Hanya Engkaulah yang kami sembah, secara jelas menegaskan seluruh hal dan hanya menyembah Alloh bukan yg lain. "Ta'budu" intinya adalah "ibadahlah", pertolongan yg mudah adalah beribadahlah dengan benar.  


5.   wa Iyyâka Nasta’în

".... dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”


      Setelah mengajari manusia tentang metode pendekatan terhadap Alloh, beberapa pujian serta penegasan tentang sesembahan, barulah Alloh mengajarkan bahwa setelah manusia melakukan hal itu semua, maka manusia diberi “kesempatan” untuk meminta pertolongan dan perlindungan. Dan pertolongan serta permintaan itu dilakukan manusia hanya ditujukan kepada Alloh, bukan yang lain. Maka tepatlah kalau Alloh  menggunakan kalimat wa Iyyâka Nasta’în, yang berarti dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Pada saat seorang hamba membaca ayat kelima ini, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw, maka Allah Swt mengikutinya dengan ucapan hadza baynî wa bayna ‘abdî, wa li-‘abdî mâ sa-ala, Ini adalah [urusan] antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku, [kuberikan] apapun yang dia minta. Dalam meminta ada istilah TAWAKKAL (manusia dihadapkan pada beberapa pilihan, dan berdo'a dengan menuju pada kecenderungan pilihan).  Ada pula istilah TAFWIID (lebih pasrah akan pilihan-pilihan, pasrah kepada Alloh untuk dipilihkan yg terbaik)

6.  Ihdinas-Shirâthal Mustaqîm

“Tunjukilah kami jalan yang lurus”

      Pengajaran Alloh selanjutnya ; manusia tidak bisa berbuat sombong, oleh karenanya ia diajarkan untuk selalu memohon dan meminta, yang dalam hal ini adalah permintaan untuk sebuah kebenaran. Dan hanya kepada Alloh sajalah manusia itu memohon kebenaran. Makna kebenaran atau jalan yang lurus di sini tentulah tidak sederhana, namun ia dijelaskan pada ayat berikutnya. 



7.  Shirâthalladzîna An’amta ‘Alayhim Ghoyril-Maghdhûbi 

‘Alayhim walâdh-Dhoôllîn

“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. 

     Kenikmatan Alloh hanya diberikan kepada orang-orang yang Dia kehendaki, dan itu bukanlah kepada orang-orang yang dimurkai dan yang memilih jalan sendiri. Abdullah ibn Abbas menyebutkan bahwa orang-orang yang telah dianugerahi kenikmatan oleh Alloh, di antaranya, adalah para nabi dan orang-orang yang saleh, orang yang bersih jiwanya. 
Pada saat seorang hamba membaca ayat keenam dan ketujuh, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw, maka Allah Swt mengikutinya dengan ucapan — sama dengan pada ayat kelima — hadza baynî wa bayna ‘abdî, wa li-‘abdî mâ sa-ala, ini adalah [urusan] antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku, [kuberikan] apapun yang dia minta.


AAMIIN......



KESIMPULAN

"Hendaklah manusia selalu berzikir, menyebut nama Alloh"
"Hendaklah manusia selalu memuji Alloh, bertasbih"
"Hendaklah manusia beribadah menyembah Alloh SWT"
"Nikmat Hidayah akan tercurah"



Anis Lutfiati 
Disarikan dari beberapa tulisan dan catatan kuliah dg Ust. Maskuri Qurtubi